Beberapa
waktu yang lalu, aku
mendapatkan luka-luka pada beberapa bagian tubuhku. Memar berwarna
kebiru-biruan banyak membekas di kakiku. Ya, hari itu aku dan seorang
temanku -sebut saja N- yang membonceng di belakang, terjatuh dari New Smash 110cc kesayanganku setelah menabrak pick up yang tiba-tiba berbelok. Alhamdulillah…ucapku dalam hati. Untung hanya memar di kaki. Dan aku pun sangat senang ketika kuketahui bahwa N baik-baik saja.
Setelah
perasaanku sedikit tenang, kami melanjutkan perjalanan. Namun karena
masih tegang, kusuruh N untuk membonceng temanku R yang kebetulan tidak
ada yang memboncengnya. Mesin dinyalakan, dan kami pun meneruskan
perjalanan kami yang sempat tertunda. Menuju ke sebuah penginapan di
Kaliurang. Makrab SOSMAS.
Hari
ini sudah memasuki bulan kedua tanggal enam. Memar “kenangan” sudah
jauh-jauh hari kulupakan, bahkan beberapa saat setelah peristiwa itu,
rasa sakitnya sudah hilang. Ah begitu mudahnya luka pada tubuhku sembuh pikirku. Namun mengapa luka hati susah untuk disembuhkan? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul.
Luka
hati, kan begitu lama terendap dalam diri. Hati yang luka, hati yang
sakit, mengapa tak semudah menyembuhkan luka-luka biasa? Bahkan
terkadang ia akan terasa semakin menjadi. Semakin sakit dan terluka.
Semakin membutakan mata, menulikan telinga, serta melumpuhkan segalanya.
Tidak, bukan! Bukan mata yang buta, bukan pula telinga
yang tuli. Hatilah yang buta. Hatilah yang menjadi kotor. Itulah hati
yang sakit, hati yang terluka.
Sesungguhnya,
penawar hati yang luka adalah kecintaan padaMu. Obat hati yang sakit
adalah kepasrahan kepadaMu. Obat yang begitu mudah dicari, namun mengapa
begitu sulit aku mendapatkannya? Mungkinkah diri ini begitu kotor,
Rabbi?
Coba renungkan, Cinta…
Sudah berapa lama kau tinggalkan baca Qur’anmu?
Sudah berapa lama shalat sunnah kau lalaikan?
Sudah berapa lama shalatmu jauh dari kekhusyukan?
Sudah berapa lama kau tidak merasakan manisnya berpuasa sunnah?
Sudah berapa lama, Cinta?
(Oh
Rabbi, sungguh aku begitu kotor dan hina. Diri ini terlalu busuk untuk
dapatkan cintaMu. Diriku seolah tak pantas menghadap diriMu yang Agung.)
(Rabbi, aku ingin sembuhkan luka hati ini. Aku tak rela syaithan terkutuk tertawa puas melihat keadaanku yang hina ini.)
(Rabbi,
aku rindu merasakan manisnya kebersamaan denganMu. Aku rindu dengan
belaian tanganMu yang senantiasa menguatkan jiwa ini.)
Hati yang merindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar