
Padahal wali memiliki urutan yang ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan:
- Ayah
- Kakek
- Saudara laki-laki
- Anak saudara laki-laki (keponakan)
- Paman
- Anak saudara paman (sepupu)
Dalil-dalil yang mendukung mesti adanya wali wanita dalam nikah.
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ
بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ فَإِنِ
اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang
wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah
batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah
adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud
no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu
Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”.
(HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan
Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ
تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ
نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا
Dari Abu Hurairah, ia
berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula
wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan
dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri, Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).
Demikianlah sebagian pemuda, demi cinta sampai ingin mendapat murka Allah. Kawin lari sama saja dengan zina karena status nikahnya tidak sah.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 13 Shafar 1433 H
Penulis: Nuryanti, Amd.Keb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar