Senin, 03 Desember 2012

Bidan Teladan Nasional Inginkan Insentif Tambah

                              Herawati

          LINGGA - Sebagai seorang tenaga kesehatan di sebuah pulau terpencil, tepatnya di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, kehidupan Herawati tentu tak senyaman teman-teman sprofesinya di kota. Kondisi geografis yang ada harus ditempuhnya sepenuh hati demi melayani masyarakat. Namun tidak sekalipun ia mengeluh atau iri dengan keadaan rekan-rekannya sesama bidan yang ditugaskan di kota dengan fasilitas yang lebih memadai. Justru dengan jiwa sederhananya, hanya ingin membantu sesama tanpa pamrih, ia justru terpilih sebagai Srikandi Award pada Tahun 2009. Ini adalah penghargaan Asosiasi Kebidanan Indonesia atas kontribusinya sebagai bidan yang melayani masyarakat pedasaan.
Pada tahun 2010, ia juga terpilih sebagai Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional kategori perawat. Atas prestasinya Herawati mendapat kehormatan diundang ke Istana Negara, Jakarta pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-65 RI tanggal 17 Agustus nanti.
Kepada Tanjungpinang Pos, ia mengisahkan perjalanan karirnya sebgai bidan di Kabupaten Lingga. Setelah tamat Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) jurusan kebidanan pada tahun 2011, ia mengabdikan diri sebagai pelayan kesehatan masyarakat di Kabupaten Lingga. Tempat bekerja pertamyana adalah Puskemas di daerah Penaah.
“Pada tahun 2001 saya dipindahkan ke Tajur Biru hingga sekarang,” kata Herawati, Senin (8/8).
Sebagai bidan di kawasan terpencil, tak terbersit keinginannya untuk minta pindah ke daerah yang lebih maju. Prinsip hidup yang selalu dipegangnya ialah, “Bagi saya melayani kesehatan masyarakat adalah hal yang mulia, sudah sembilan tahun saya di Tajur Biru ini. Menyaksikan kesehatan masyarakat lebih baik saja bagi saya merupakan kepuasan yang tiada terkira,” tuturnya.
Namun Herawati tak hidup sendiri. Ia memiliki keluarga, dua anak. Ia hanya berharap penghasilan yang diperolehnya mampu dipergunakannya untuk membiayai sekolah kedua anaknya.
“Saya sudah pisah dari suami, sedangkan anak-anak membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk melanjutkan pendidikan, jika memang boleh meminta saya hanya ingin insentif tambahan,” sebutnya.
Tanpa berniat membandingkan, ia berpendapat, gaji seorang guru di tempat yang sama dengannya bekerja penghasilannya bisa lebih besar dua kali lipat dari penghasilannya. Jam bekerja mereka juga tak sepertinya, 24 jam harus selalu siap dipanggil warga yang ingin berobat.
“Kalau boleh saya hanya minta kesamaan penghasilan,” Herawati mengulangi harapannya.
Ibu dari Idil Aditya Dwina dan Ilham Dwitiar Febrian saat ini memiliki dua peran di Puskesmas Tajur Biru, yaki sebagai Kordinator Bidan di Puskemas Induk Desa Tajur Biru dan Bidan di sebuah Puskemas Desa Batang.
“Hingga saat ini tidak ada masalah dengan jabatan ganda yang dibebankan kepada saya,” sebutnya.
Ditanya bagaiman perasaannya mendapat kesempatan ke Istana Negara, dengan rendah hati ia mengatakan semua itu didapatnya berkat kerja keras yang tidak pernah lelah dan tentunya anugerah dari yang kuasa yang diberikan kepadanya.
“Kalau perasaan saya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Namun yang pasti dengan ini menjadi bukti kalau bahwa kalau kita bekerja dengan serius tanpa mengharapkan pamrih suatu saat pasti akan mendapat hasil yang terbaik,” imbuhnya.(cr1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar