LINGGA -
Sebagai seorang tenaga kesehatan di sebuah pulau terpencil, tepatnya di
Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, kehidupan
Herawati tentu tak senyaman teman-teman sprofesinya di kota. Kondisi
geografis yang ada harus ditempuhnya sepenuh hati demi melayani
masyarakat.
Namun tidak sekalipun ia mengeluh atau iri dengan keadaan
rekan-rekannya sesama bidan yang ditugaskan di kota dengan fasilitas
yang lebih memadai. Justru dengan jiwa sederhananya, hanya ingin
membantu sesama tanpa pamrih, ia justru terpilih sebagai Srikandi Award
pada Tahun 2009. Ini adalah penghargaan Asosiasi Kebidanan Indonesia
atas kontribusinya sebagai bidan yang melayani masyarakat pedasaan.
Pada tahun 2010, ia juga terpilih sebagai Tenaga Kesehatan Teladan
Tingkat Nasional kategori perawat. Atas prestasinya Herawati mendapat
kehormatan diundang ke Istana Negara, Jakarta pada peringatan Hari
Kemerdekaan ke-65 RI tanggal 17 Agustus nanti.
Kepada Tanjungpinang Pos, ia mengisahkan perjalanan
karirnya sebgai bidan di Kabupaten Lingga. Setelah tamat Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) jurusan kebidanan pada tahun 2011, ia mengabdikan diri
sebagai pelayan kesehatan masyarakat di Kabupaten Lingga. Tempat bekerja
pertamyana adalah Puskemas di daerah Penaah.
“Pada tahun 2001 saya dipindahkan ke Tajur Biru hingga sekarang,” kata Herawati, Senin (8/8).
Sebagai bidan di kawasan terpencil, tak terbersit keinginannya
untuk minta pindah ke daerah yang lebih maju. Prinsip hidup yang selalu
dipegangnya ialah, “Bagi saya melayani kesehatan masyarakat adalah hal
yang mulia, sudah sembilan tahun saya di Tajur Biru ini. Menyaksikan
kesehatan masyarakat lebih baik saja bagi saya merupakan kepuasan yang
tiada terkira,” tuturnya.
Namun Herawati tak hidup sendiri. Ia memiliki keluarga, dua anak.
Ia hanya berharap penghasilan yang diperolehnya mampu dipergunakannya
untuk membiayai sekolah kedua anaknya.
“Saya sudah pisah dari suami, sedangkan anak-anak membutuhkan
anggaran yang tidak sedikit untuk melanjutkan pendidikan, jika memang
boleh meminta saya hanya ingin insentif tambahan,” sebutnya.
Tanpa berniat membandingkan, ia berpendapat, gaji seorang guru di
tempat yang sama dengannya bekerja penghasilannya bisa lebih besar dua
kali lipat dari penghasilannya. Jam bekerja mereka juga tak sepertinya,
24 jam harus selalu siap dipanggil warga yang ingin berobat.
“Kalau boleh saya hanya minta kesamaan penghasilan,” Herawati mengulangi harapannya.
Ibu dari Idil Aditya Dwina dan Ilham Dwitiar Febrian saat ini
memiliki dua peran di Puskesmas Tajur Biru, yaki sebagai Kordinator
Bidan di Puskemas Induk Desa Tajur Biru dan Bidan di sebuah Puskemas
Desa Batang.
“Hingga saat ini tidak ada masalah dengan jabatan ganda yang dibebankan kepada saya,” sebutnya.
Ditanya bagaiman perasaannya mendapat kesempatan ke Istana Negara,
dengan rendah hati ia mengatakan semua itu didapatnya berkat kerja
keras yang tidak pernah lelah dan tentunya anugerah dari yang kuasa yang
diberikan kepadanya.
“Kalau perasaan saya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.
Namun yang pasti dengan ini menjadi bukti kalau bahwa kalau kita bekerja
dengan serius tanpa mengharapkan pamrih suatu saat pasti akan mendapat
hasil yang terbaik,” imbuhnya.(cr1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar