I . PENDAHULUAN
Tidak
dapat di pungkiri bahwa pluralitas keberagamaan adalah sebuah
keniscayaan. Islampun sejak semula telah menyadari akan makna pluralitas
dan kerukunan umat beragama. Secara faktual kita bisa membuktikan
kedamaian yang dirasakan berbagai pemeluk agama di bawah pemerintahan
Islam, karena Islam telah memberikan jaminan keselamatan kepada mereka.
Dari sini kita bisa memahami bahwa Islam sangat toleran dan menghargai
adanya pluralitas beragama.
Belakangan
semakin hangat di perdebatkan bahwa salah satu cara membina kerukunan
umat beragama adalah dengan saling memberikan “ucapan selamat” bagi
pemeluk agama yang berbeda-beda. Terlebih khusus ucapan selamat kepada
umat kristiani yang merupakan agama terbesar kedua di negeri ini.
Pertanyaannya adalah bolehkah kita mengucapkan selamat natal kepada umat
Kristiani? Ada beberapa tokoh yang kemudian berijtihad dan membolehkan
ucapan selamat natal ini. Mudah-mudahan ini adalah semata-mata hasil
ijtihad mereka bukan karena dorongan eksternal atau bagian dari “ijtihad
politik” yang bersifat pragmatis.
Hebohnya
pernah ada 138 tokoh Islam yang menendatangani surat terbuka ucapan
Selamat Natal dan Tahun Baru kepada para pendeta kristen termasuk Paus
Benedict XVI. Di dalam surat tersebut para tokoh muslim mengucapkan
selamat natal dan tahun baru dalam rangka melakukan dialog antar
keyakinan umat beragama. Surat tersebut juga berisi terima kasih kepada
penguasa kristen atas respon positif mereka terhadap surat yang
sebelumnya. Syaikh Yusuf Qaradhawy termasuk di antara tokoh yang
membolehkan ( fatawa mu’ashirah ). Di Indonesia ada Dr. Quraisy Syihab
dan jaringan Islam Liberal ( JIL) yang turut membolehkan. Kabar
mengejutkan adalah ketika ketua umum PP Muhammadiyah yang juga pengurus
MUI pusat, Prof.Dr.Din Syamsuddin tidak melarang mengucapkan dan
menghadiri perayaan Natal ( Detik.com ).
Dengan
demikian legalitas ucapan selamat Natal seolah-olah semakin kuat di
benak masyarakat kita setelah melihat beberapa tokoh yang membolehkan.
Masih haramkah mengucapkan selamat natal? Apakah ini tidak berlebihan?
Mengapa hanya sekedar turut menyampaikan rasa gembira sebagai wujud rasa
cinta dan hormat kepada saudara-saudara kristen yang tengah bergembira
saja di larang? Kita kan tidak enak sama tetangga, bukankah Isa juga
Rasul samawi? Alangkah tidak adilnya! Ketika mereka mengucapkan selamat
lebaran yang begitu tulus, kita masih diam saja menolak untuk membagi
salam natal.
Karena
itu tidak mengherankan bila fatwa MUI di gugat atau di salah pahami.
Ada yang mengkritik habis-habisan dan secara terbuka, walaupun ada juga
yang tidak setuju secara diam-diam. Bahkan Luthfi as-Syaukani ( JIL)
dalam artikelnya “Sikap negara dan terhadap aliran sesat “ (Tempo : 22
Desember 2007) menulis: “ Majlis Ulama Indonesia berkali-kali meresahkan
masyarakat dengan fatwa-fatwa mereka ( fatwa menghadiri perayanaan
natal, misalnya ). Karena sengitnya perdebatan tentang hukum mengucapkan
dan menghadirinya maka menurut hemat penulis permasalahan ini cukup
menarik dan aktual untuk di bahas.
II. METODOLOGI PEMBAHASAN
Untuk
menjawab syubhat-syubhat yang ada, kita perlu melakukan pengkajian yang
mendalam, serius dan pandangan yang komprehensif dengan melihat
berbagai dalil yang di gunakan dan realitas keberanekaragaman dalam
beragama. Di sini penulis akan menggunakan metode maslahah mursalah atau
Istishlah dan mengkomparasikan dalil-dalil dari dua kubu yang bersilang
pendapat.
a. Maslahah Mursalah atau iatishlah
Berdasaarkan
istiqra’ (penelitian empiris ) dan nash-nash alQuran maupun Hadis di
ketahui bahwa hukum-hukum syariat Islam mencakup di antaranya
pertimbangan kemaslahatan manusia. Allah Swt. berfirman:
“Dan tiadalah kami mengutus engkau, melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta” (QS. Al-Anbiya:107)
Dan firman Allah yang lain :
‘
Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-oranga yang beriman”.
Maslahat yang mu’tabarah adalah maslahat yang bersifat hakiki yaitu meliputi lima jaminan dasar :
1.
jaminan keselamatan jiwa ( al-Muhafazah ala al-Nafs ) adalah merupakan
jaminan keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia
2.
Jaminan keselamatan akal ( al-Muhafazah ala al-Aql ) adalah merupakan
terjaminnya akal pikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang yang
bersangkutan tidak berguna di tengah masyarakat, sumber kejahatan,
bahkan menjadi sampah masyarakat.
3.
Jaminan keselamatan keluaarga dan keturunan ( al-Muhafazah ala al-Nasl )
adalah merupakan jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap
hidup dan berkembang.
4.
Jaminan keselamatan atas harta benda ( al-Muhafazah ala al-Maal ) yaitu
dengan menjaga dan meningkatkan kekayaan secara proporsional melaui
cara-cara yang halal bukan mendominasi kehidupan perekonomian secara
lalim dan curang.
5.
Jaminan keselamatan agama ( al-Muhafazah ala al-Din ) yaitu dengan
menghindarkan timbulnya fitnah dan mencari keselamatan dalam agama serta
mengantisipasi dorongan hawa nafsu dan perbuatan yang mengarah kepada
kerusakan.
Kelima jaminan tersebut di buat untuk keselamatan manusia yang menjadi tujuan syar’i.
b. Pengkomparasian berbagai dalil
Di
sini akan di ketengahkan dalil-dalil yang membolehkan ucapan selamat
dan menghadiri natal sekaligus sanggahan atau dalil-dalil yang di
gunakan untuk membantahnya. Begitu juga penafsiran ayat-ayat, komentar
para sahabat dan para ulama tentang masalah itu. Kesemuanya itu akan di
padukan dengan realitas kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
III. PEMBAHASAN
A. Islam Dan Toleransi Beragama
Sejak
kedatangannya islam telah memberikan kebebasan untuk memilih dan
memeluk agama. Islam juga memberikan toleransi beragama dan sangat
menghormati hak-hak asasi manusia. Dengan demikian perbedaan pendangan,
pemikiran tetap mendapat penghormatan dalam Islam.
Islam
tidak pernah melarang untuk selalu berbuat baik kepada pemeluk agama
lain selagi mereka cinta damai sebagaimana firmanNya dalam surat
al-Mumtahanah :8-9
“
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu
dari negeri kamu. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.
Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Dua
ayat ini memberikan pengertian tentang dua golongan non muslim.
Pertama, adalah golongan yang cinta damai. Islam memerintahkan agar
berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Sedangkan kedua, adalah
golongan yang memusuhi atau memerangi bahkan mengusir umat Islam dari
negeri mereka tanpa adanya alasan yang benar. Terhadap golongan ini
Islam membolehkan untuk memeranginya. Nabi Muhammad Saw. juga telah
mencontohkan akhlak yang baik dengan tetap bergaul kepada orang-orang
musyrik Quraisy ketika di makkah, padahal sikap permusuhan selalu di
lancarkan mereka terhadap nabi dan para sahabatnya. Bahkan Rasulullah
masih menerima penitipan barang mereka yang di khawatirkan hilang.
Tatkala hijrahpun beliau meninggalkan Ali bin Abi Thalib dan
memerintahkan kepadanya untuk mengembalikan barang-barang titipan itu
kepada pemiliknya. Jadi cukup jelaslah sikap Islam terhadap penganut
Agama dan pandangan yang berbeda.
B. Pro Kontra Ucapan Selamat Natal
Perkembangan
jaman telah melahirkan beberapa ijtihad baru yang menarik dan terkadang
cukup kontroversial. Di antara permasalahan kontroversial yang selalu
mengundang debat adalah tentang hukum ucapan dan menghadiri perayaan
natal umat kristiani. Beberapa okoh membolehkan tapi banyak juga yang
mengharamkan sehingga masih aktual untuk di perbincangkan.
Sangat
menghebohkan ketika dalam rangka mempromosikan dialog antar keyakinan
dan menghilangkan gap Islam-Kristen serta menghilangkan stigma Islam
ekstrem 138 tokoh Islam menandatangani surat terbuka ucapan selamat
natal dan tahun baru kepada para pendeta Kristen termasuk Paus Benedict
XVI. Mufti Mesir Syaikh Ali Jum’ah, mufti Palestina Syaikh Ikrimah
Shabri, turut membolehkan ucapan selamat natal. Begitu juga Dr. Yusuf
Qaradhawi termasuk jajaran yang membolehkan.
Di
Indonesia kelompok jaringan islam Liberal ( JIL ) turut membolehkan,
bahkan salah satu tokohnya Luthfi as-Syaukani menulis bahwa : “ Majlis
Ulama Indonesia berkali-kali meresahkan masyarakat dengan fatwa-fatwa
mereka ( fatwa menghadiri perayanaan natal, misalnya ). Ada juga
Dr.Quraisy Syihab yang seiring sejalan sebagaimana yang termaktub dalam
bukunya “ Membumikan Alquran “. Kita juga agak di kejutkan dengan
pernyataan Prof.Dr. Din Syamsudin yang tidak melarang menghadiri
perayaan dan mengucapkan selamat natal sebagaimana dalam detik.com. Ini
agak mengejutkan karena beliau adalah ketua umum PP Muhammadiyah
sekaligus pimpinan PP MUI.
Caunterattack
telah banyak dilakukan oleh pandangan yang berseberangan, bahkan
menurut Ibnul Qayim al-Jauziah telah menjadi ijma’ tentang keharamannya.
Ibnu Taimiyah juga trmasuk yang mengharamkan. Buya Hamka sebagai ketua
MUI telah mempelopori fatwa haramnya mengucapkan dan menghadiri misa
natal pada tahun 1981. Bahkan terjadi perdebatan yang sangat panas
dengan pemerintah sehingga beliau lebih memilih mundur dari jabatannya
dari pada menghalalkan ucapan selamat natal. Hamka juga teguh
mengharamkan acara doa bersama dan menghadiri perayaan-perayaanritual
agama lain bagi seorang muslim.
Muhammadiyah
juga turut mendukung fatwa MUI demi kehati-hatian ( Tanya jawab
Muhammadiyah 2 : 209-210 ). Begitu juga para ulama timur tengah yang
lain, termasuk yang tergabung dalam Lajnah Daimah Li al-Buhus al-Ilmiyah
wal Ifta.
C. Syubhat- Syubhat Dalam Ucapan Selamat Natal
1. Dalil-dalil yang di anggap membolehkan ( dalil al-naql )
a. Dr. Yusuf Qaradhawi berpendapat bahwa perbuatan ini termasuk dalam kategori
al-Birr (perbuatan baik) sebagaiman firmanNya :
“
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada
orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil”( Q.S. al-Mumtahanah : 8 ).
b.
Kebolehannya semakin nyata apabila mereka ( umat krisriani / pemeluk
agama lain) juga memberikan tahniah ( ucapan selamat ) kepada kita di
hari raya. Hal ini di dasarkan pada firmanNya :
”Apa
bila kamu di hormati dengan suatu penghormatan maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang
serupa” ( an-Nisa : 86 )
c. Rasulullah di utus untuk menyempurnakan akhlak انما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Termasuk berakhlak kepada non muslim. Bukankah Rasulullah juga pernah mengatakan
أكمل المؤمنين ايمانا أحسنهم خلقا
d. Terdapat kisah natal dalam alquran surat Maryam ayat 33 yang berbunyi :
“Salam sejahtera semoga di limpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku dan ketika pada hari aku di hidupkan kembali”.
Dengan demikian alquran telah mengabadikan dan merestui ucapan selamat natal pertama dari, dan untuk nabi mulia itu, Isa as.
2. Dalil-dalil argumentatif ( dalil al-aql )
Berikut adalah dalil-dalil argumentatif yang di pakai untuk membolehkan dan menghadiri perayaan natal :
a.
Ucapan selamat natal penting untuk keberlangsungan kerukunan hidup
antar umat beragama, Bahkan kalau perlu diadakan perayaan natal bersama (
PNB ) secara besar-besaran. Umat Islam tidak boleh kaku terhadap
penganut ajaran agama lain yang juga bersikap lunak kepadanya.
b.
Ucapan selamat natal adalah sebagai wujud toleransi umat Islam terhadap
agama lain, Bukankah Islam hdir untuk memberikan rahmat bagi alam
semesta? Dan bukankah umat Kristiani dan juga pemeluk agama lain juga
memberikan ucapan selamat kepada kita?
c.
Untuk menepis stigma Islam ekstrim, fundamentalis, eksklusif, dan
hal-hal negatif lainnya terhadap umat Islam sehingga Islam mudah di
terima berbagai kalangan.
d.
Kalau kita mengucapkan selamat natal atau menghadirinya sebetulnya
masih pada wilayah seremonial bukan ritual sehingga kita tetap berada
dalam wilayah aqidah dan keyakinan masing-masing.
e.
Ucapan selamat natal dan menghadiri perayaan natal bersama sesungguhnya
tidak terdapat misi-misi tertentu dari umat Kristiani sehingga tidaklah
membahayakan.
f.
Bukankah para Nabi juga bersaudara? Yang bahkan ajarannyapun sama yaitu
mengajak kepada tauhid! Lalu mengapa sekedar menghormati nabi Isa
dengan mengucapkan selamat natal kok terlarang ?
g.
Larangan ucapan dan menghadiri natal sebetulnya hanyalah hanya untuk
menghindari kerancuan dalam aqidah. Dengan demikian kekhawatiran tidak
perlu terjadi pada orang yang apa bila mengucapkannya tetap murni dan
terjaga aqidahnya.
IV. PENYELESAIAN PERMASALAHAN
1. Bantahan terhadap dalil-dalil yang di anggap membolehkan :
a.
QS.al-Mumtahanah :8 di jadikan alasan agar umat Islam melakukan al-Birr
selagi orang-orang kafir tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari
negerinya. Ini benar, akan tetapi lafaz al-Birr maknanya sangat luas,
kita juga tidak mendapati para sahabat maupun tabiin yang menafsirkannya
dengan bolehnya mengucapkan selamat natal.
Ayat
tersebut hanyalah berbicara tentang toleransi umat beragama, yaitu
sikap seorang muslim terhadap pemeluk agama lainnya yang cinta damai dan
menghormati kebebasan agama. Sedangkan ayat selanjutnya mengatur
bagaimana sikap seorang muslim terhadap non muslim yang memusuhi dan
memeranginya. Dengan demikian tidak ada penegasan sama sekali pada ayat
tersebut tentang bolehnya mengucapkan dan menghadiri perayaan natal.
Dasar pembolehannya dengan menggunakan ayat ini adalah sangat di
paksakan.
b.
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menghormati pemeluk agama
lain, terlebih kepada ahlul kitab. Kita di perbolehkan makan bersama
sekaligus berbesanan dengan mereka dalam pengertian kita boleh makan
sembelihan mereka dan menikah dengan wanitanya sebagaimana firmannya :
“
Dan makanan (sembelihan) ahlul kiatab itu halal bagi kamu dan makananmu
halal bagi mereka. Dan (di halalkan bagi kamu menikahi )
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
beriman dan di antara perempuan-perempuan ahlul kitab sebelum kamu “(
QS. Al-Maidah : 5 )
Bisakah ayat diatas di
jadikan alasan tentang bolehnya mengucapkan dan menghadiri natal?
Nampaknya kita perlu merujuk kepada pendapat para sahabat dan ulama
salaf tentang tafsir ayat tersebut.
Kalau
kita cermati ayat itu hanyalah berbicara tentang kewajiban menjawab
salam yang di berikan orang lain terhadap kita. Tidak terkait sama
sekali dengan ucapan selamat natal atau lebaran yang sudah merupakan
bagian keyakinan masing-masing umat beragama. Ibnu Abbas berkata :
barang siapa memberi salam kepadamu maka balaslah salamnya walaupun dia
adalah seorang Majusi. Di dalam tafsir ibnu Katsir juga di katakan
apabila ada seorang muslim memberi salam maka balaslah dengan ucapan
salam yang lebih baik darinya atau semisal dengan apa yang di
ucapkannya. Tambahan dalam ucapan salam di sunahkan sedangkan yang wajib
adalah dengan yang semisalnya. Menurut Qatadah lafaz fahayyu biahsana
minha adalah di tujukan kepada orang-orang muslim dan lafaz aw rudduha
adalah di tujukan kepada ahlul al-Zimmah. Begitulah komentar ahlul ilmi
tentang ayat tersebut sebagaimana termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir.
Di dalam hadits lain kita juga di larang memulai salam kepada orang kafir
لا تبدأ اليهود والنصارى بالسلام فاذا لقيتم احدهم في طريق فاضطروه الى أضيقه رواه مسلم
kita juga mendapati hadits yang berbunyi
عن أنس رضي الله عنه قال,قال رسول الله – س – اذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم
- رواه البخاري و مسلم -
“Dari
Anas ra berkata, Rasulullah saw.bersabda : apa bila ahlul kitab
memberikan salam kepada kalian maka ucapkanlah wa’alaikum.” ( H.R.
Bukhari Muslim ).
Dengan demikian masihkah kita mau menjawab salam dengan yang lebih baik dari mereka ?
c.
Rasulullah saw. memang di utus untuk menyempurnakan akhlak termasuk
berakhlak kepada non muslim. Akhlak juga merupakan bagian keimanan
seseorang, akan tetapi sikap tidak mau mengucapkan selamat natal
tidaklah menghilangkan rasa toleransi, penghormatan ataupun akhlak
terhadap pemeluk agama lain. Begitu juga kualitas keimanan seseorang
tidak di ukur hanya dengan sekedar ucapan natal.
Islam memberikan toleransi kepada berbagai umat beragama tanpa harus dia adakan “
campur sari “ akidah maupun tatacara peribadatan. Sebagaimana
Rasulullah yang pernah di ajak kaum musyrikin agar di adakan ibadah
bersama tetapi beliau menolaknya dengan membacakan surat al-Kafirun
sebagai pengakuan Islam terhadap pluralitas beragama.
d.
Di dalam kisah natal surat Maryam : 33 bukanlah merupakan bukti bahwa
alquran telah mengabadikan dan merestui ucapan selamat natal sebagaimana
yang di pahami Dr.Quraisy Syihab. Beliau mengartikan والسلام علي dengan
“ salam sejahtera semoga di limpahkan kepadaku “ sehingga memberikan
kesan seolah-olah ini adalah ucapan selamat natal dalam alquran.
Lafaz
السلام Adalah bentuk masdar dari fiil سلم يسلم yang bermakna
keselamatan atau keamanan,ketentraman ( kamus al-Munawir ). Artinya
mudah-mudahan keselamatan di limpahkan kepadaku. Ayat tersebut merupakan
doa nabi Isa yang meminta keselamatan pada tiga waktu yaitu hari
kelahiran, hari kematian dan hari kebangkitan bukan ucapan selamat
natal.
Dalam
tafsir Ibnu Katsir di sebutkan bahwa lafaz والسلام علي يوم ولدت ويوم
أموت ويوم أبعث حيا adalah merupakan penetapan ubudiyah nabi Isa
terhadap Allah swt. Beliau seperti makhluk Allah yang lainnya hidup,
mati dan akan di bangkitkan kembali. Beliau di beri keselamatan pada
tiga keadaan ini. Begitu juga penafsiran semakna terdapat dalam tafsir
al-Maraghi dan tafsir al-Munir.
Jelaslah
pada dalil-dalil yang di anggap membolehkan ucapan selamat natal telah
terjadi bias penafsiran dan tidak pas di jadikan alat justifikasi
terhadap legalitas ucapan selamat natal.
2. Mendudukkan syubhat-syubhat dalil argumentatif ( dalil al-Aql )
Sebagai prolog kami sertakan beberapa fatwa yang mengharamkan mengucapkan dan menghadiri perayaan natal.
Pertama, Fatwa MUI
FATWA Majelis Ulama Indonesia
TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA
-------------------------------
Memperhatikan :
1.
Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalah-artikan oleh
sebagian ummat Islam dan disangka sama dengan ummat Islam merayakan
Maulid Nabi Besar Muhammad saw.
2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan dudukdalam kepanitiaan Natal.
3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.
Menimbang:
1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
2. Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan ibadahnya dengan Aqidah dan ibadah agama lain.
3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT.
4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia.
Meneliti kembali: Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A.
Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan
ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan
masalah keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al-Qur'an surat Al-Hujarat ayat 13:
"Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal"
2. Al-Qur'an surat Lukman ayat 15:
"Dan
jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang ini, maka janganlah kamu
mengikutinya, dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik. Dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada Ku-lah
kembalimu, maka akan Ku-beritakan kepada-mu apa yang telah kamu
kerjakan".
3. Al-Qur'an surat Mumtahanah ayat 8:
"Allah
tidak melarang kamu (ummat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena
agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil".
B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
1. Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 1 - 6:
"Katakanlah
hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan
untukkulah agamaku".
2. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 42:
"Janganlah
kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya".
C. Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:
1. Al-Qur'an surat Maryam ayat 30 - 32:
"Berkata
Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikan Al Kitab (Injil)
dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup (Dan Dia
memerintahkan aku) berbakti kepada ibuku (Maryam) dan Dia tidak
menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka."
2. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 285:
"Rasul
(Muhammad) telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman; semuanya beriman
kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya
(Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya dan mereka
mengatakan: Kami mendengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.
D.
Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu,
Tuhanitu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu
kafir danmusyrik, berdasarkan atas:
1. Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 72:
"Sesungguhnya
telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allahitu ialah
Almasih putera Maryam. Pada hal Almasih sendiri berkata: HaiBani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orangyang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalahbagi orang zalim itu seorang penolong pun".
2. Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 73:
"Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah ituadalah salah satu
dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), pada halsekali-kali tidak ada Tuhan
selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidakberhenti dari apa yang mereka
katakan itu, pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang
pedih".
3. Al-Qur'an surat At Taubah ayat 30
"Orang-orang
Yahudi berkata" Uzair itu anak Allah, dan orang-orangNasrani berkata
Almasih itu anak Allah. Demikian itulah ucapan denganmulut mereka,
mereka meniru ucapan / perkataan orang-orang kafir yang terdahulu,
dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling".
E.
Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah diapada
waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan
Ibunya(Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak. Hal itu berdasarskan
atasAl-Quran surat Al-Maidah ayat 116 - 118:
"Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: Hai Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia (kaummu): Jadikanlah aku dan ibuku duaorang
Tuhan selain Allah? Isa menjawab: Maha Suci Engkau (Allah),tidaklah
patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).Jika aku
pernah mengatakannya tentu Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui
apa yang ada pada diriku sedangkan aku tidak mengetahui apayang ada
pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang
ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau
perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu: Sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di
antara mereka. Tetapi setelah Engkat wafatkan aku. Engkau sendirilah
yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala
sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu dan jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
F. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atasAl-Qur'an surat Al-Ikhlas:
"Katakanlah:
Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu
bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak seorang pun/sesuatu pun yang setara dengan Dia”.
G.
Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang
syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak
kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:
1. Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir:
“Sesungguhnya
apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang haram pun telah
jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (sebagian
halal, sebagian haram), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat
itu. Barangsiapa yang memelihara diri dari yang syubhat itu, maka
bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang
syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam
orang yang menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka
mungkin sekalin binatang makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa
setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah
apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram jangan
didekati)”.
3. Kaidah Ushul Fikih
“Menolak
kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik
kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya
yang diperoleh, sedangkan mashalihnya tidak dihasilkan)”.
Majelis Ulama Indonesia memfatwakan:
1.
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan
menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan
dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3.
Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT
dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Jakarta,1 jumadil awal 1401 H / 7 Maret 1981
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua( K.H. SYUKRI GHOZALI )
Sekretaris( DRS. H. MAS’UDI )
Kedua, Fatwa Lajnah Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta
لا
يجوز للمسلم تهنئة النصارى بأعيادهم لأن في ذالك تعاونا على الاثم وقد
نهينا عنه, قال تعالى : ولا تعاونوا على الاثم والعدوان – سورة المائدة :
20 كما أن فيه توددا اليهم وطلبا لمحبتهم واشعارا بالرضى عنهم وعن شعائرهم
وهذا لا يجوز بل الواجب اظهارالعداوة لهم وتبين بغضهم لأنهم يحادون الله
جل وعلا ويشركون معه غيره ويجعلون له ساحبة و ولدا.
فتاوى للجنة الدائمة للبحوث العلمية ولافتاء ( المجلد الثالث : 435 )
“
Tidak boleh seorang muslim memberi ucapan selamat kepada orang nasrani
pada hari raya mereka karena sesungguhnya dalam perbuatan tersebut
terdapat tolong-menolong dalam perbuatan dosa. Dan kita di larang dari
perbuatan tersebut, Allah swt.berfirman :
ولا تعاونوا على الاثم والعدوان
Di
dalamnya juga mengandung rasa cinta kepada mereka dan menuntut untuk
mencintai mereka serta sebagai syiar dengan meridhai mereka dan
syiar-syiar mereka. Ini semua tidak boleh bahkan yang paling wajib
adalah menampakkan permusuhan terhadap mereka dan menjelaskan permusuhan
terhadap mereka. Karena mereka memusuhi Allah jalla wa ala dan membuat
sekutu kepada selain Allah. Mereka juga menjadikan bagi Allah wanita
pendamping dan seorang anak.
Ketiga, Tanya Jawab Muhammadiyah
Dengan
mengutip fatwa MUI dan memberikan komentar : “ Dari fatwa itu khususnya
point b ( mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam hukumnya
haram ) mengikuti perayaan natal haram hukumnya. Sedangkan mengucapkan
selamat hari natal di golongkan pada fatwa point c ( agar umat Islam
tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah swt di anurkan untuk
tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan natal ) sesuatu yang di
anjurkan untuk tidak di lakukan.
Berikut
adalah jawaban syubhat-syubhat yang telah tertulis di atas pada dalil
argumentatif yang membolehkan dari point a sampai g:
a.
Telah menjadi jargon yang kerap di kampanyekan para penghasung
pluralisme agama adalah ucapan selamat natal penting untuk
keberlangsungan umat beragama bahkan kalau perlu di adakan perayaan
natal bersama. Mereka juga menuduh kepada yang tidak mau sebagai
fundamentalis, tekstualis, revivalis, eksklusif dan segudang sebutan
yang lainnya.
Mengutip
pernyataan Adian Husaini dalam www.Hidayatullah.com yaitu Prof. Hamka
menyebut tradisi Perayaan Hari Besar Agama Bersama semacam itu bukan
menyuburkan kerukunan umat beragama atau membangun toleransi, tetapi
menyuburkan kemunafikan. Di akhir tahun 1960-an, Hamka menulis tentang
usulan perlunya diadakan perayaan Natal dan Idul Fithri bersama, karena
waktunya berdekatan:
“Si
orang Islam diharuskan dengan penuh khusyu’ bahwa Tuhan Allah beranak,
dan Yesus Kristus ialah Allah. Sebagaimana tadi orang-orang Kristen
disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad saw dengan tenang, padahal
mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi,
melainkan penjahat. Dan Al-Quran bukanlah kitab suci melainkan buku
karangan Muhammad saja. Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang
disuruh tafakur mendengarkan Al-Quran, atau orang Islam yang disuruh
mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu ialah satu ditambah dua sama dengan
satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai
dan tidak dapat mereka terima… Pada hakekatnya mereka itu tidak ada yang
toleransi. Mereka kedua belah pihak hanya menekan perasaan,
mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. Jiwa,
raga, hati, sanubari, dan otak, tidak bisa menerima. Kalau keterangan
orang Islam bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi akhir zaman, penutup
sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keterangan
orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau diterima kita tidak Kristen
lagi. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi. Sementara sang pastor
dan pendeta menerangkan bahwa dosa waris Nabi Adam, ditebus oleh Yesus
Kristus di atas kayu palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan
jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus.”
Demikian
kutipan tulisan Prof. Hamka yang ia beri judul: “Toleransi,
Sekulerisme, atau Sinkretisme.” (Lihat, buku Hamka, Dari Hati ke Hati,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002) Sekarang
tepatkah kalau dikatakan perayaan natal bersma merupakan sebuah upaya
membina kerukunan umat beragama padahal yang di hasilkan adalah
munculnya sifat-sifat kemunafikan pada setiap umat beragama. Selain itu
juga masih terbentang luas upaya-upaya lain dalam rangka membina
kerukunan antar umat beragama.
b.
Perayaaan natal bersama atau ucapan selamat natal bukan sebagai wujud
toleransi beragama ketika pada kenyataannya ternyata hanya melahirkan
sifat-sifat kemunafikan. Kalau dikatakan orang yang tidak mau
mengucapkan sebagai orang yang tidak toleran dan anti kerukunan maka
kita patut mempertanyakan apakah makna toleransi beragama menurut
mereka. Apakah campursari aqidah? ataukah kawin silang tata cara
beribadah?
Toleransi
tidak harus dengan mengucapkan atau menghadiri misa natal. Justru tidak
toleran orang yang mempersoalkan ketidakhadiran penganut agama lain
dalam perayaan natal. Menurut Abu Deedat ketua FAKTA (Forum Gerakan Anti
Pemurtadan) toleransi bukan berarti partisipasi bukan pula campur aduk.
Mereka melakukan kebaktian tidak diganggu, itu sudah merupakan
toleransi. Misa natal itu satu paket ritual bukan seremonial, jadi tidak
boleh dihadiri. Kehawatiran itu menjadi berlebihan bila tanpa ucapan
natal bisa menimbulkan perpecahan. Persatuan anak bangsa bukan dengan
menciptakan koor yang sama dalam ucapan selamat, justru yang paling
penting adalah saling pengertian antar umat beragama.
c.
Untuk menepis stigma ekstrim, fundamentalis, eksklusif, atau hal-hal
negative lainnya tidaklah harus mengucapkan atau menghadiri natal tetapi
dengan menumbuhkan saling pengertian dan hormat menghormati antar umat
beragama. Dalam Islam diharamkan merusak tempat-tempat ibadah agama lain
sekalipun dalam kondisi perang. Ini semua menunjukan bahwa Islam adalah
agama cinta damai.
Dakwah
Islam mudah diterima berbagai kalangan bukan karena pedang dan bom tapi
karena kesejukan yang membawa kedamaian. Dakwah kepada tauhid cukup
menarik bagi orang-orang yang merindukan kebenaran sejati. Islam juga
masuk ke Indonesia melalui jalur dakwah dan perdagangan tanpa ada
pertumpahan darah. Kitapun mendapatkan kenyataan tentang banyaknya
pastur atau pendeta dan ilmuan yang mendapatkan kebenaran dalam Islam.
Begitulah jika pertolongan Allah telah datang, orang akan
berbondong-bondong masuk Islam tanpa ada paksaan.
d.
Orang sering mengatakan bahwa tradisi ucapan atau menghadiri perayaan
natal masih dalam wilayah seremonial bukan bagian ritual ibadah. Din
syamsuddin juga mengatakan “saya pribadi berpendapat bahwa MUI sejak
zaman Buya adalah larangan menghadiri upacara natal yang berdimensi
ibadah dan keyakinan karena itu adalah wilayah keyakinan
masing-masing,tetapi yang berbentuk seremoni tidak seharusnya
dihindari’.
Benarkah
demikian ? padahal dalam natal pasti diadakan penegasan keyakinan umat
Kristen terhadap Yesus, bahwa Yesus adalah anak Allah, juru selamat umat
manusia yang wafat dikayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Dalam
agama Kristen juga tidak memiliki kriteria ritual atau non ritual yang
jelas. Ini adalah suatu subhat. Menurut MUI perayaan natal di Indonesia
meskipun tujuannya merayakan dan merayakan nabi Isa akan tetapi natal
tidak bisa dipisahkan dari hal-hal yang bersifat ritual.
Islam
memiliki tata cara ibadah yang jelas karena permasalahan ritual selalu
ada contohnya dari nabi Muhammad SAW. Tata cara, sholat, puasa, zakat,
sholat idul fitri, idul adha adalah merupakan wilayah ritual. Kitapun
memahami bahwa bersilaturrahmi kerumah-rumah setelah shalat id adalah
tradisi non ritual.
Selamat
natal hakikatnya merupakan ucapan kepada umat Nasrani yang tengah
merayakan kelahiran Yesus. Islam dan Kristen memiliki pemaknaan yang
berbeda tentang nabi Isa. Islam menolak trinitas sebagai bentuk
pengakuan Isa adalah anak tuhan. Dengan ucapan selamat dan menghadiri
natal bisa menyebabkan seorang muslim menepis ajaran islam yang
menyakini Isa hanyalah seorang nabi. Ini adalah tal bisul haq wal batil
karena firman Allah. : “sesungguhnya telah kafir orang yang berkata
sesungguhnya Allah itu ialah almasih Isa putra Maryam” (QS.Al-Maidah:72)
jadi alasan paling mendasar tentang haramnya ucapan selamat natal
adalah karena Yesus kristus mereka pandang sebagai putra tuhan.
Haramnya
ucapan selamat natal juga karena disitu terdapat persetujuan terhadap
syiar-syiar kekufuran yang mereka lakukan dan meridhoi hal itu
dilakukan. Seorang muslim haram meridhoi syiar-syiar kekufuran atau
mengucapkan selamat kepada orang lain terhadap sesuatu yang Allah tidak
ridho kepadanya. Allah SWT berfirman :
“Jika
kamu kafir (ketahuilah) sesungguhnya Allah tidak membutuhkan dan dia
tidak meridhai kekafiran hamba-hambanya. Dan jika kamu bersyukur dia
akan meridhai kesyukuranmu itu (QS.az-Zumar : 7)
Rasulullah juga bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم
“barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR.Abu Daud)
e.
Ucapan selamat dan menghadiri perayaan natalsesungguhnya memiliki
misi-misi tertentu karena ini adalah bagian dari syiar mereka. Apa lagi
dengan diadakannya perayan natal bersama, ini adalah media yang cukup
baik untuk menyebarkan misi kristen agar umat lain mengenal doktrin
kristen bahwa tuhan Yesus adalah juru selamat, doktrin trinitas, dan
kepercayaan-kepercayaan lainnya. Kitapun tahu bahwa kita menurut mereka
adalah domba-domba tersesat yang perlu di selamatkan.
Pengaruhnya
terhadap masyarakat awam bisa meluas dan akhirnya mampu menodai akidah.
Apa lagi di sajikan dengan cukup menarik dan memikat, bukan mustahil
perayaan natal bersama bisa menyebabkan orang awam murtad. Telah banyak
yang muratad dengan anggapan bahwa semua agama benar apalagi kemudian di
iming-imingi dengan sejumlah uang, makanan dan pekerjaan. Iman yang
lemah akan mudah tergiur dan dalam sekejap akan berubah arah.
Umat
kristen menyampaikan dakwahnya adalah hal yang wajar, dan perayaan
natal pasti mengandung misi suci mereka untuk menyelamatkan manusia dan
memaklumkan injil kepada uat manusia. Sebagai seorang muslim kita
menghormati misi tersebut karena itu termasuk bagian keyakinan mereka
walaupun juga menyesalkan adanya misi terselubung dalam perayaan natal
bersama.
f.
Para nabi memang bersaudara dan memiliki ajaran yang sama, tapi kita
juga harus paham untuk apakah Muhammad Rasulullah di jadikan sebagai
khatamul anbiya’. Bukankah syareat para nabi terdahulu telah di mansukh?
Bukankah Islam datang menjadi penyempurna terhadap terhadap agama-agama
terdahulu? Bukankah tidak ada nabi lagi setelah nabi Muhammad?
Para
nabi telah datang dengan membawa kitab dan ajarannya tapi sayang tidak
ada satu kitab samawipun yang masih terjaga orisinalitas dan
keabsahannya selain alquran yang memang telah di jamin oleh Allah
tentang kemurniannya. Oleh karena itu campursari akidah tidaklah di
benarkan karena agama yang di ridhai di sisi Allah hanyalah Islam dan
barang siapa mencari-cari agama lain selain Islam tidak akan di terima
bahkan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi ( QS. Ali-Imran : 85 )
Menghormati
nabi Isa bukan dengan ucapan selamat natal, karena beliau tidak butuh
itu, yang terpenting adalah menempatkan nabi Isa secara proporsional
menurut alquran. Memahami beliau hanyalah seorang Rasul utusan sekaligus
manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangan.
g.
Larangan mengucapkan dan menghadiri perayaan natal bukan sekedar untuk
menghindari kerancuan dalam akidah, sehingga bila akidah seseorang telah
kuat di perbolehkan mengucapkannya. Tapi dalam ucapan itu juga
mengandung ta’zim dan penghormatan kepada syiar paganis kristiani.
Tuluskah hati kita daklam mengucapkan selamat natal? Di satu sisi kita
mengakui bahwa Isa hanyalah seorang nabi bukan Tuhan ( QS. 4 : 171, 19 :
30, 43 : 59 ), kita juga dilarang menyembahnya ( QS. 5: 116 ), Isa juga
tidak mati di salib ( QS. 4: 157 ), dan bahwa ternyata kafirlah orang
yang mengatakan bahwa Isa adalah Tuhan ( QS. 5 : 73 ). Itulah mengapa
sebabnya Buya Hamka mengatakan bahwa ucapan selamat dan menghadiri natal
hanya akan melahirkan kemunafikan.
Ucapan
tersebut juga merupakan syubhat yang harus di tinggalkan karena
dampaknya terhadap masyarakat Islam secara luas dan lebih banyak
mudharatnya dari pada menfaatnya. Dalam kaidah ushul fiqh di katakan
درأالمفاسد مقدم على جلب المصالح ( menolak kerusakan lebih di dahulukan
dari pada mendatangkan kebaikan ). Hal ini juga sesuai dengan kaidah
maslahah mursalah dalam rangka menjaga maqashid as-Syar’I (
tujuan-tujuan agama ). Sebaliknya mengesampingkan maslahat umat berarti
mengesampingkan maqashid as-Syar’i. Betapa banyak mudharat yang datang
bial tidak di haramkan, dan amat sedikit manfaat yang bisa di rasakan.
Pengharaman ini sekaligus menjadi saddu az-Zari’ah agar umat Islam tidak
terjerumus dalam perbuatan syubhat dan haram. Wasilah-wasilah menuju
sesuatu yang haram harus di hilangkan dalam rangka menjaga maqashid
as-Syar’i.
III. KESIMPULAN
Setelah
melihat, mencermatidan menimbang dari berbagai sisi, maka kami
simpulkan bahwa hukum mengucapkan dan menghadiri perayaan natal adalah
haram hukumnya, karena tidak adanya dalil yang membolehkannya dan
lemahnya hujjah atau argumentasinya.
Wujud
toleransi beragama tidak harus dengan mengucapkan dan menghadiri natal
tapi dengan menumbuhkan sikap saling hormat-menghormati dan
mempersilakan setiap penganut agama untuk menjalankan ibadah dan
keyakinannya serta aman hidup secara berdampingan tanpa harus
mengurbankan akidah.
Umat
non muslim juga harus menghormati fatwa lembaga Islam ( MUI, misalnya)
yang mengharamkan perayaan natal bersama karena fatwa itu hanya di
tujukan kepada internal umat Islam untuk menjaga kemurnian akidah dan
ibadah mereka. Faktanya adalah umat Islam yang mayoritas di negeri ini
tidak pernah berbuat zalim, bahkan selalu berupaya membina kerukunan
hidup antar umat beragama.
Wallahu a’lam bi as-Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar